SLB .... YES !!!
INDONESIA .... LUAR BIASA !!!

Senin, 05 Desember 2011

Mudjito: Jabar dan Jatim patuh dicontoh penyelenggaraan pendidikan inklusif

Mudjito: Jabar dan Jatim patuh dicontoh penyelenggaraan pendidikan inklusif
PDF Cetak E-mail
Gubernur Jawa Timur, Dr Soekarwo SH MHum dan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan Lc menerima "Inclusive Education Award 2011" dari pemerintah karena memiliki kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

Penyerahan penghargaan diberikan oleh Menteri Pendidikan Nasional, Dr Ir Muhammad Nuh DEA dengan disaksikan Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas) Dr Mudjito, Dirjen Pendidikan Dasar Suyanto PhD, Dirjen Pendidikan Menengah Hamid Muhammad PhD, Direktur PPK-LK Dikmen Dr Triyadi, Wakil Gubernur Sulawesi Utara Djouhari Kansil (mantan Kadis Pendidikan Sulut), perwakilan anggota DPR-RI Komisi X dari Fraksi PDI-P Tubagus Dedi "Mi'ing Gumelar dan Theresia R.Pardede dari Fraksi Partai Demokrat disela-sela pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) x di Grand Kawanua Convention Center Manado, Senin (12/9/2011).
 
Inclusive Education Award 2011 merupakan media pemicu agar setiap daerah berlomba-lomba dan mampu meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti siswa penyandang ketunanaan. Terutama setiap daerah dapat mengalokasikan anggaran pelayanan pendidikan bagi ABK ini dari APBD. Kedua daerah tersebut telah memiliki Peraturan Gubernur tentang Pendidikan Inklusif, disusul Sulawesi Selatan, DKI Jakarta dan Nangroe Aceh Darussalam.

"Pendidikan inklusi di kedua daerah ini sangat maju dan perlu dicontoh untuk daerah lainnya. Mereka telah memiliki Perda Inklusi yang memungkinkan pendidikan jenis ini mendapatkan alokasi dana dari APBD," ujar Murdjito.

Kedua, kategori sekolah. Penghargaan diberikan kepada Kelanawti, Kepala SDN Cempaka Putih Barat 16 Pagi serta Sumarni, Kepala SDN Teupit Pukat, Nanggroe Aceh Darussalam Sumarni. Ketiga, kategori individu. Selain diberikan kepada pemerhati pendidikan inklusif Prof. Dr. Iim Wasliman MSi dari Jawa Barat, penghargaan serupa juga diraih Dra. Iis Masdiana MPd dari Sulawesi Selatan.

"Ke depan penghargaan ini akan ditambah dua kategori yaitu kepada kepala daerah tingkat kabupaten/kota dan insan pers yang peduli terhadap pelayanan pendidikan bagi ABK," katanya.

Sejatinya, dari Jawa Barat yang mendapatkan Inclusive Education Award 2011 ini adalah tiga orang, selain Heryawan dan Iim Wasliman. Satu lagi adalah Iis Masdiana, karena Iis adalah guru di SLB Pembina Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan lulusan Jurusan Pendidikan Luar Biasa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang kini sudah menetap dan menjadi warga Kota Makassar sejak sebelas tahun lalu.

"Saya kaget mendapat penghargaan ini karena selama ini saya tidak sempat memikirkannya. Saya hanya fokus memberikan pendidikan dan pembinaan kepada guru-guru baik di SLB maupun di inklusi," kata Iis yang pernah dikirim ke Norwegia untuk mempresentasikan sekolah inklusi di Indonesia.

Iis sangat dikenal di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Guru Pembimbing Khusus (GPK) se-Provinsi Sulsel. "Tugas sehari-hari saya melakukan identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ada di sekolah reguler di beberapa kabutan/kota di Sulsel," ujar Iis.

Dalam kesempatan yang lain Prof Dr Iim Wasliman mengatakan, anugerah Inclusive Award 2011 menunjukkan bahwa pemerintah memperhatikan dan peduli terhadap pendidikan inklusi. Tokoh pendidikan asal Tasikmalaya ini mengatakan bahwa upayanya yang dirintis sejak 2002 tidak sia-sia.

"Saat itu saya menghadap gubernur dan mempresentasikan tentang sekolah inklusi. Saya kaget gubernur langsung menyetujui dan dari APBD dialokasikan sampai Rp 2 miliar," kata Iim yang juga mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar ini.

"Pendidikan inklusi termasuk penyediaan sumber daya manusia dan kurikulum di Jabar sangat bagus. Kini ada dua kampus di Bandung yang siap memasok SDM pendidikan inklusi yaitu UPI dan Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung," kata Iim yang juga guru besar di dua kampus tersebut.

Malah sekarang di Jabar, sambung Iim, guru SLB dan inklusi dicari dan mendapat kesejahteraan yang lebih bagus dari guru reguler. Bahkan beberapa daerah lain banyak yang studi banding ke Jabar. "Gaji seorang guru SLB atau inklusi bisa sampai Rp 8 juta," ujar Iim.

Dana Tak Terbatas Ahmad Heryawan seusai menerima penghargaan menyatakan di Jabar saat ini tercatat ada 245 sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Pendidikan jenis ini diakuinya sangat berkembang pesat di Jabar. "Targetnya malah seluruh sekolah di Jabar menyelenggarakan pendidikan inkulsi," ujar Heryawan.

Ketika ditanya penyebab pendidikan inklusi berkebang pesat di Jabar, Heryawan menyebutkan bahwa selain sumber daya manusia yang melimpah dari UPI dan Uninus juga adanya tunjangan khusus baik untuk pengajar, siswa dan juga sekolah.

"Kami berikan tunjangan khusus kepada mereka, siswa diberi beasiswa guru yang mengambil S2 dan S3 pun diberikan beasiswa. Kami memiliki dana tidak terbatas untuk pendidikan inklusi ini karena dananya langsung dari provinsi," tambah Heryawan.

Pendidikan inklusi terus dikembangkan tidak berarti mematikan SLB. Menurut Heryawan, sekolah-sekolah reguler terus dikembangkan menjadi sekolah inklusi di sisi lain SLB juga terus ditambah, ditingkatkan kualitasnya dan juga dikembangkan jumlahnya.

"Sekolah inklusi ditambah karena SLB saat ini selain tidak merata di setiap kabupaten/kota juga jaraknya sangat jauh sehingga sulit dijangkau anak-anak berkebutuhan khusus," pungkas Heryawan.

Di tempat yang sama Communication Specialist Helen Keller International (HKI) Rina Suryani mengatakan kalau anak berkebutuhan khusus bisa belajar di sekolah-sekolah umum maka mereka akan bisa bersosialisasi dengan anak-anak yang normal, sedangkan kalau belajar di sekolah khusus akan bersosialisasi dengan penderita yang sama.

"Keluarga tidak mampu yang memiliki anak berkebutuhan khusus tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah khusus, kalau hanya dirumah maka tidak akan berkembang, padahal secara intelijensi barangkali memiliki kelebihan," katanya.

Sejak 2003 Helen Keller International dengan didukung USAID dan Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kemdiknas, telah mengembangkan sistem yang menyediakan akses dan pendidikan yang layak bagi anak didik berkebutuhan khusus.[\]

 
http://www.pkplk-plb.org/beritadetail.php?option=com_content&task=view&id=12377&Itemid=6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar